Peninggalan sejarah Sarweswara adalah Prasasti Padlegan II tanggal 23 September 1159. Sedangkan yang paling muda adalah Prasasti Kahyunan tertanggal 23 Februari 1161.
Prasasti Kayunan /Kahyunan ditemukan oleh J. F. De Corte pada 1887 di Kayunan, distrik Sukorejo afdeeling Kediri. Publikasi paling awal mengenai batu yang bersangkutan datang dari catatan kolonial yang menyebut bahwa batu tersebut sudah dibuatkan abklatsnya. Pada batu dari Kayunan ini terdapat angka tahun 1082 Śaka dan nama Śrī Sarvveśvara Janardanāvatāre vijayāgra ... sinhanādānivăryya-vīryya parākrama digjayottungadeva (NBG 26 1888: 12 & Bijl. II, IX).
Verbeek mencatat bahwa aksara dipahatkan pada keempat bidang batu, namun pada bagian belakang sudah rusak parah. Selain batu yang bersangkutan, di desa yang sama juga ditemukan arca bertangan empat yang sudah rusak serta arca Siwa dengan wujudnya sebagai guru (1891: 278, no. 573).
Hampir 20 tahun kemudian, Knebel melaporkan bahwa batu ini sudah tidak ditemukan lagi di Kayunan (1910: 270). Batu ini juga dimasukkan dalan daftar prasasti berangka tahun dari Jawa yang disusun oleh Krom (1911: 251).
Penulis yang sama juga mengulas batu ini secara singkat dalam kajiannya mengenai Kerajaan Kediri Krom berhasil melengkapi nama raja yang sebelumnya masih kosong, yaitu rake sirikan śr sarvveśvara janardanāvatāra vijayāgra(j)asamasinhanādānivăryya-vīryya parăkrame digjayottungadevanāma. Pada bagian akhir publikasi dilengkapi dengan peta sebaran temuan prasasti dari Kerajaan Kediri (1914: 242, 245-246).
Batu ini kemudian masuk dalam daftar prasasti yang disusun oleh Damais dan dinamakan dengan Prasasti Kahyunan/Kayunan Damais mencatat bahwa prasasti tersebut dikeluarkan pada tanggal 23 Februari 1161 Masehi (1952: 68-69, A. 156). Damais juga menjadi sarjana pertama yang menghadirkan bacaan (tujuh baris pertama) dari prasasti yang bersangkutan.
Dari bacaan Damais diketahui bahwa prasasti ini menyebut atau berkaitan dengan warga Desa Kahyunan (Ikanan thāni kahyunan (1955: 73). Publikasi-publikasi yang menyangkut mengenai prasasti ini kemudian dirangkum oleh Nakada (1982: 112–113, no. 177). Prasasti ini masih disebut pada beberapa terbitan selanjutnya (Eade & Gislen 2000: 87-89; Budi Santosa Wibowo 2001: 9). Namun keberadaan dari batu ini masih belum diketahui sampai saat ini.
“Perihal temuan ini juga sudah saya laporkan ke Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah 11 dan tadi saya mendapat laporan akan segera ditindaklanjuti dengan mendatangi lokasi. Sementara untuk keamanan lokasi tadi saya sudah titip sama Pak Kades agar diawasi ,” pungkas Gus Barok panggilan akrab Imam Mubarok.
Editor : Rohman