KEDIRI, iNewsKediri - Rencana Pemerintah mengenai perpindahan Ibu Kota Negara Indonesia ke wilayah Kalimantan, sampai saat ini masih menuai pro dan kontra dari masyarakat.
Meski begitu, beberapa waktu yang lalu Undang Undang (UU) tentang Ibu Kota Negara telah disahkan dan ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Itu berarti, rencana tersebut diperkirakan bakal segera terealisas
Meskipun kebijakan terkait dengan perpindahan IKN ini merupakan inisiatif maupun ide yang sudah lama, banyak yang beranggapan bahwa perpindahan ini akan berdampak ke sejumlah sekto
Seperti sektor Ketahanan Nasional, sektor Lingkungan Birokrasi Pemerintahan, Sosial Politik dan Ekonomi dan aspek-aspek lainnya juga akan berdampak atas kebijakan perpindahan IKN in
Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban, Elisa Sutanudjaja menilai dengan adanya perpindahan ibu kota Negara menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam memproduksi surplus.
"Jadi pemahaman yang diharapkan oleh Pemerintah pada saat argumentasi pemindahan itu dipakai supaya dia bisa mengumpulkan surplus baru di tempat lain (Kalimantan)," Kata Elisa dalam Forum Diskusi Salemba 77 yang digelar ILUNI UI pada Sabtu 19 Februari 202
"Pemindahan itu dipakai supaya dia bisa mengumpulkan surplus baru di tempat lain dan akhirnya menggerakkan ekonomi negara tapi kota itu tidak ada yang muncul dalam semalam," sambungny
Elisa menilai sejumlah wilayah yang dicanangkan menjadi kota baru tidak serta merta langsung bertumbuh yang seperti diharapkan sebelumnya.
Dirinya mencontohkan kawasan BSD yang hingga saat ini membutuhkan 30-40 tahun untuk bisa berkembang.
"Kawasan perkotaan itu biasanya tumbuh secara inkremental, tambal sulam dan dia tuh tumbuh bersama dengan populasi yang meningkat secara kualitas kuantitas dan juga beragam termasuk interaksi ekonomi sosial budaya dan politik nya," ucapnya.
Adapun dalam pengembangan sebuah kota yang akan dibangun, Elisa melihat harus tepat secara integrasi, politik, sosial budaya dan menjadi upaya tarik menarik serta mempengaruhi satu sama lain.
"Karena itu tanpa ada konsensus, soal anggaran, tanpa demokrasi tanpa keterlibatan, maka itu bukanlah kota melainkan sekumpulan bangunan. Nggak papa juga setiap kota itu memiliki cara yang berbeda untuk menghasilkan surplus dan menggerakkan ekonomi," ungkapnya.
Elisa menambahkan Ibukota negara baru nantinya di era modern harus menjadi kota utama yang menyokong pertumbuhan ekonomi disekitar serta menarik strategi berinvestasi secara global
"Harapannya nanti pertumbuhan dan memasukkan investasi global dan satunya lagi sangat erat pertumbuhan di Jakarta dan di Jawa akan secara langsung menopang tumbuhan di sana," pungkasnya.
Editor : Rohman