KEDIRI, iNewsKediri - Dalam rangka perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional (EBT) berdasarkan UU 28/2014 tentang Hak Cipta, Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri (DK4) kembali menerima “surat cinta” dari Kementerian Hukum dan HAM perihal Hak Cipta Kesenian Tiban.
Nomor pencatatan surat yang diajukan oleh oleh DK4 yang ditindaklanjuti Balitbangda sebagai pelapor yakni EBT35202300033.
“Sah Tiban milik Kabupaten Kediri, kabar baik ini langsung saya sampaikan ke Bupati dan beliau sangat senang. Kami mengucapkan terima kasih kepada Balitbangda karena terus mengawal usulan dari DK4.Sebelumnya wayang krucil juga sudah keluar HAKI nya,” kata Imam Mubarok, Ketua DK4 Kabupaten Kediri.
Ditambahkan, Klasifikasi dalam kesenian tiban hingga mendapatkan HAKI karena didalamnya ada sesuatu yang bersifat rahasia, terbuka, sakral dan dipegang teguh.
Sejarah kemunculan Tiban secara turun temurun menjadi cerita rakyat dan dimulai masa Kerajaan Kadiri. Berkuasa seorang raja yang otoriter, sang raja ingin disebut dewa, dia adalah Raja Dandang Gendis atau Kertajaya dengan nama Kerajaan Katang Katang.
Sang raja menuntut rakyat menurut perintahnya dan membuat ketakutan. Wilayah kerajaan Kediri mempunyai empat kademangan yaitu, Kademangan Ngimbang, Megalamat, Jimbun dan Ceker.\
Sebelum diperintah raja yang otoriter keadaan masyarakat makmur, segala masalah diselesaikan secara gotong royong. Masyarakat yang lebih dahulu panen membagi kepada para tetangga. Namun setelah Kertajaya berkuasa, keadaan berubah.
Kerajaan yang semula dalam keadaan makmur, lumbung-lumbung desa penuh padi berangsur-angsur menipis cenderung habis.
Hal ini terjadi karena kemarau berlangsung sangat panjang. Para petani menganggur karena sawahnya tidak dapat diolah, sungai-sungai mengering. Musim kemarau seakan-akan tidak ada selesainya.
Segala upaya sudah diusahakan untuk mendapatkan air, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengairan, yang didapat hanya sebatas kebutuhan minum dan kebutuhan dapur.
Kemudian diceritakan, Raja Kertajaya yang menganggap sebagai dewa akhirnya mampu dikalahkan oleh Ken Arok / Ken Angrok pendiri Kerajaan Tumapel.
Untuk itu para demang bermusyawarah dengan para pinisepuh, beberapa usul, saran dan pendapat, untuk menebus 'kutukan' kekeringan tersebut. Rakyat Ngimbang dengan sisa hartanya sedikit diberikan untuk digunakan sebagai syarat pelaksanaan upacara.
Editor : Rohman