iNewsKediri - Gugus Tugas Pemerintah untuk pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) juga telah menyelesaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).
Diketahui, perencanaan tersebut dibahas dengan DPR mulai Rabu (23/2/2022).
Sedikitnya ada beberapa usulan baru dari Pemerintah di dalam DIM.
Beberapa usulan tersebut diungkap Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam temu media di kantornya, Selasa (22/2/2022). Berikut usulan tersebut:
1. Jajaran pemerintahan seperti pemprov, Pemkot dan Pemkab wajib membentuk Unit Pelaksana Tugas Daerah Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (UPTD PPA) sebagai rumah aman untuk korban kekerasan seksual.
2. Rancangan Undang-Undang TPKS mengatur rinci kejahatan seksual yang timbul karena relasi kuasa.
Misalnya kasus antara dosen dan mahasiswa, guru dan murid, majikan dan anak buah, bos dan sekretaris, dan lain-lain.
Hal Ini Merupakan Terobosan “Usulan ini muncul antara lain karena Indonesia kental budaya patriarki. Lazimnya terjadi tanpa paksaan meski korban terpaksa,” kata Eddy, sapaan akrab Wamenkumham.
3. RUU TPKS mengatur pelecehan seksual berdasarkan budaya atau adat dengan korban orang dewasa sebagai delik aduan.
Apabila korbannya anak-anak dan disabilitas maka menjadi delik biasa.
4. Perkawinan paksa dan perbudakan seksual menjadi tindak pidana.
Ini menambah pidana usulan dari DPR seperti pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi dan penyiksaan seksual.
5. Terdapat ganti rugi yang menjadi kewajiban.
Selain pidana penjara atau pidana denda, hakim wajib menetapkan besarnya restitusi untuk pemulihan korban.
Pelaku yang tak mampu membayar restitusi, hartanya akan disita atau subsider hukuman penjara.
Pemulihan korban akan ditanggung negara dengan kompensasi.
Restitusi akan dihitung oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Polisi pun bisa langsung melakukan sita jaminan agar tersangka tidak sempat mengalihkan hartanya yang akan digunakan untuk restitusi,” jelas Eddy.
6. Penyelesaian tindak pidana kekerasan seksual tidak boleh dengan pendekatan restorative justice atau jalan damai.
“Selama ini banyak terjadi pelaku atau keluarga pelaku dari kalangan mampu mengajak damai korban pemerkosaan atau pencabulan dari kalangan tidak mampu. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Eddy.
7. RUU TPKS mengatur rinci perlindungan terhadap keluarga korban kekerasan seksual yang belum ada di aturan lain.
Sementara itu, Jaleswari Pramodhawardani selaku Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), mengatakan rampungnya DIM RUU TPKS merupakan hasil kerja kolektif dan kolaboratif tim pemerintah dengan DPR.
Proses ke DPR katanya akan melibatkan semua komponen pemerintah untuk mengawal.
Jaleswari mengatakan, sebelumnya tercatat proses pembahasan RUU TPKS telah bergulir sejak tahun 2016 dan telah dilakukan percepatan pada tahun 2021.
Editor : Rohman