JAKARTA, iNewsKediri – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil politisi Partai Demokrat Andi Arief terkait pemeriksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan KPK sudah mengirim surat pemanggilan ke alamat Andi Arief di daerah Cipulir, Jakarta Selatan.
Namun Andi Arief dalam cuitan Twitter pribadinya mengklaim belum menerima surat panggilan KPK. Ia juga mengancam akan memanggil balik Ali Fikri soal pemeriksaan tersebut.
“Hari ini benar kami memanggil saksi atas nama Andi Arief, di data kami memang tertulis wiraswasta dan Wasekjen Partai Demokrat,” kata Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Senin (28/3/2022).
“Kami sudah telusuri juga surat pemanggilan terhadap yang bersangkutan tertanggal 23 Maret 2022, dan sudah diterima di tanggal 24 (Maret 2022). Alamat yang kami miliki ada di Cipulir,” tambahnya.
Ali Fikri menanggapi santai soal ancaman bakal dipanggil balik oleh Andi Arief. Ali justru meminta Andi Arief mengonfirmasi langsung ke lembaga antirasuah jika memang belum menerima surat panggilan pemeriksaan sebagai saksi. KPK bakal menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Andi Arief.
“Kalau kemudian yang bersangkutan merasa belum menerima ataupun ada alasan lain misalnya punya alamat yang lain ya tentu silakan sampaikan kepada kami nanti kami akan panggil ulang atau panggil kembali,” kata Ali.
“Yang pasti kami bahwa kami sudah telusuri suratnya di bagian persuratan, surat tersebut sudah diterima di alamat yang kami sampaikan tadi itu, di kecamatan Cipulir,” sambungnya.
Sekedar informasi, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Politikus Partai Demokrat, Andi Arief, hari ini.
Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut dipanggil untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Sedianya, Andi Arief bakal digali keterangannya atas kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Keterangan Andi Arief dibutuhkan untuk sekaligus melengkapi berkas penyidikan tersangka Abdul Gafur Mas'ud (AGM).
KPK sendiri telah menetapkan Bupati non aktif Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, Abdul Gafur Mas'ud (AGM) sebagai tersangka.
Abdul Gafur Mas'ud ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait proyek pengadaan barang dan jasa serta perizinan.
KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya dalam perkara ini. Mereka yakni pihak swasta Ahmad Zuhdi alias Yudi sebagai pihak pemberi suap.
Kemudian, Plt Sekda Penajam Paser Utara, Muliadi, Kepala Dinas PURT Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro.
Selanjutnya, Kepala Bidang Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Jusman, serta Bendahara Umum (Bendum) DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis.
Tiga pejabat Pemkab PPU dan satu pejabat Partai Demokrat tersebut ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Abdul Gafur Mas'ud.
Dalam perkara ini, Abdul Gafur dan empat tersangka penerima suap lainnya diduga telah menerima uang terkait proyek pekerjaan Dinas PUTR dan Disdikpora PPU dengan nilai kontrak sekira Rp112 miliar.
Proyek tersebut antara lain, proyek multiyears peningkatan jalan Sotek-Bukit Subur senilai Rp58 miliar dan pembangunan Gedung perpustakaan senilai Rp9,9 miliar.
Abdul Gafur selaku Bupati diduga memerintahkan tiga pejabat Pemkab PPU, Mulyadi; Edi Hasmoro; dan Jusman untuk mengumpulkan sejumlah uang dari para rekanan yang sudah mengerjakan beberapa proyek fisik di daerahnya.
Salah satu rekanan yang memberikan uang dugaan suap kepada Abdul Gafur yakni, Yudi.
Selain itu, Abdul Gafur diduga juga menerima sejumlah uang atas penerbitan beberapa perizinan. Antara lain, terkait perizinan untuk HGU lahan sawit dan perizinan Bleach Plant (pemecah batu) pada Dinas PUTR Penajam Paser Utara.
Mulyadi, Edi Hasmoro, dan Jusman diduga adalah orang kepercayaan Abdul Gafur. Mereka dijadikan sebagai representasi Abdul Gafur dalam menerima maupun mengelola sejumlah uang dari berbagai proyek.
Untuk uang yang dikumpulkan itu selanjutnya digunakan untuk keperluan Abdul Gafur. Selain itu Abdul Gafur diduga bersama Nur Afifah Balqis menerima dan menyimpan serta mengelola uang-uang yang diterimanya dari para rekanan didalam rekening bank milik Nur Afifah.
Uang itu juga digunakan untuk keperluan Abdul Gafur. Di samping itu, Abdul Gafur juga diduga telah menerima uang tunai sejumlah Rp1 miliar dari Yudi yang mengerjakan proyek jalan dengan nilai kontrak Rp64 miliar.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait