KEDIRI, InewsKediri - Sejumlah daerah di Kabupaten Kediri menyimpan banyak sekali jejak sejarah, namun hingga kini masih jarang sekali diceritakan dalam bangku sekolah.
Seperti halnya "Mbah Gleyor" yang merupakan kereta antik peninggalan Bupati Kediri, Djojohadiningrat tahun 1900 an yang kini masih tersimpan utuh.
Kereta sang Bupati berbentuk perahu yang terbuat dari bahan kayu jati itu menyimpan banyak sejarah, salah satunya ketika sang Bupati Kediri ditangkap Belanda dan diasingkan ke Manado-Sulawesi Utara karena dianggap makar.
Hingga akhirnya sang Bupati diasingkan ke Manado sampai meninggal.
Perjuangan itu membuatnya mendapat julukan "Kanjeng Manado".
“Sayang, kereta peninggalan itu hanya dirawat penduduk desa setempat dan belum mendapat campur tangan dari pemerintah. Kini, kereta peninggalan Sang Bupati yang mendapat julukan Mbah Gleyor itu dibiarkan dalam bangunan joglo terbuka dengan pagar besi yang dibangun oleh keturunannya. Keturunannya adalah Pak Haji Muhadi, mantan Bupati Blitar,” kata Imam Mubarok, Ketua Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Kediri.
Imam Mubarok menambahkan, usia Mbah Gleyor sendiri sudah 100 tahun lebih sejak dibuat, kereta dari bahan kayu jati yang memiliki panjang kurang lebih 7 meter dan 2 meter dengan bentuk amphibi (bisa menjadi kereta dan bisa menjadi perahu ini) tergolong masih awet dan kuat.
Hj. Musiswatin (72), tokoh sejarah desa setempat menuturkan berdasarkan keterangan orang yang merawat Mbah Gleyor kali pertama yakni Mbah Matal (alm), bahwa semenjak ditinggal dan ditangkap Belanda, Sang Bupati meninggalkan keretanya di pekarangan rumahnya di Jl. Watu Gede.
Namun pada tahun 1949, menurut Hj Muniswatin sesuai keterangan Mbah Matal sang juru kunci ada wangsit untuk memindahkan kereta itu ke gang sebelah dari tempat kali pertama kereta itu berada persis saat ditangkap Belanda.
"Kereta itu tak bisa jalan dan ditarik dengan bantuan masyarakat setempat saat dipindahkan. Ia hanya mau ditarik oleh dua kerbau jantan dan dan didorong oleh Mbah Matal dan Istrinya. Keanehan itu yang pertama, keanehan kedua bekas tanah yang dilewati kereta itu tak bisa tumbuh rumput," kata Muniswatin.
Masih menurut Muniswatin, kuncen kali pertama kereta ini sebelum Mbah Matal, adalah Mbah Nala, dia sopir kereta sang adipati yang makamnya juga di Desa Kandat.
"Dulu wilayah ini adalah hutan, dan Mbah Nala adalah orang yang kali pertama babad alas. Dia pula yang memberi nama desa ini dengan nama "Kandeg" (berhenti, red). Toponim pemberian nama ini berdasarkan berhentinya kereta sang Adipati. Lambat laun nama Kandeg ini menjadi Kandat, sebuah nama desa dan kecamatan yang ada di Kabupaten Kediri," tambahnya.
Apa yang menyebabkan Sang Adipati Djojohadiningrat ditangkap Belanda dan diasingkan ke Manado?
Berdasarkan cerita tutur yang berkembang, sang adipati ini telah difitnah Belanda dituduh membunuh administrator pabrik gula Ngadiredjo di Kediri.
Pasca perang Jawa tahun 1830, Belanda memang menjadikan Kediri sebagai pertahanan utamanya.
Selain membangun infrastruktur besar-besaran antara lain benteng Belanda, Kantor Residen, tiga pabrik gula, Belanda juga membangun jembatan besi pertama di Jawa (jembatan lama Kediri, 18 Maret 1869) yang menghubungkan antara Madiun-Surabaya.
"Dia difitnah oleh Belanda, dituduh sebagai dalang pembunuh administrator pabrik gula," tambah Hj Muniswatin.
Cerita heroik dan bukti sejarah itu kini hanya menjadi cerita dan tidak banyak yang tau apa dibalik makna kereta sang bupati yang tak lagi bisa bicara.
Editor : Rohman
Artikel Terkait