KEDIRI, iNewsKediri - Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit yang menakutkan banyak orang.
Penyakit jantung ternyata bisa saja dialami seseorang sejak bayi atau bahkan dalam kandungan, biasanya penyakit ini disebut dengan penyakit jantung bawaan.
Penyakit jantung bawaan pun juga sudah banyak ditemukan di kalangan masyarakat termasuk di Indonesia.
Hal ini juga dibenarkan berdasarkan dengan data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
Dari data tersebut memperlihatkan jika angka kejadian penyakit jantung bawaan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup atau 9 dari 1.000 kelahiran hidup setiap tahunnya.
Dari jumlah total kasus tersebut, sebanyak 30 persen pasien dengan penyakit jantung bawaan memperlihatkan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan yang mana sebagian besar pasien penyakit jantung bawaan terabaikan atau tidak tertangani dengan benar.
Kondisi semakin buruk karena bayi yang alami penyakit jantung bawaan juga berasal dari keluarga tidak mampu.
Masalah utama yang mengalami penyakit jantung bawaan ada di diagnosa dini dan penanganan, karena tidak meratanya sebaran fasilitas yang dapat menangani PJB di Indonesia.
Akibatnya, banyak kasus penyakit jantung bawaan yang berakhir kematian.
Untuk itu, deteksi dini atau skrining penyakit jantung bawaan sangat penting dikerjakan.
Meski, menurut Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Heartology Cardiovascular Center dr Radityo Prakoso, Sp.JP(K), belum begitu banyak masyarakat yang melek akan pentingnya skrining ini.
"Kesadaran masyarakat akan pentingnya skrining memang belum masif, ditambah lagi belum banyak cardio center yang mampu melakukan upaya skrining PJB," katanya dalam webinar soal penyakit jantung bawaan, Minggu 20 Maret 2022.
Padahal, sambung dr Radityo, dengan skrining yang tepat dan cepat, tindakan intervensi bisa dilakukan dan meminimalisir terjadinya masalah kesehatan jantung pada bayi.
Upaya skrining atau deteksi dini penyakit jantung bawaan yang bisa dilakukan ada 3 cara.
Menurut dr Radityo, ketiganya memberikan input yang baik untuk kelangsungan hidup anak.
Lantas, apa saja upaya deteksi dini yang bisa dilakukan untuk mencepat anak alami PJB?
1. Skrining Premarital
Skrining ini, kata dr Radityo, dapat mengidentifikasi dan memodifikasi melalui pencegahan dan manajemen, beberapa kebiasaan, tindakan medis tertentu, dan faktor risiko lainnya yang dapat memengaruhi hasil kehamilan.
"Skrining jenis ini dilakukan sebelum Anda dan pasangan berencana untuk memiliki anak," kata dr Radityo.
Dia melanjutkan, tindakan deteksi dini yang satu ini melibatkan promosi kesehatan dan kesehatan wanita, serta pasangannya yang mana merupakan pencegahan primer dan langkah penting dalam membentuk masyarakat yang sehat.
2. Konseling Prenatal
Dokter Radityo menjelaskan bahwa saat ini perkembangan bidang kardiologi janin sudah semakin berkembang dan karena itu sebagian besar PJB dapat divisualisasi dengan ekokardiografi fetal pada trimester kedua.
"Dengan melakukan skrining ini, dokter janin memiliki peranan yang penting bukan hanya menegakkan diagnosis, tetapi juga memberikan konseling prenatal untuk membantu pasien," tambah dr Radityo.
3. Skrining Bayi Baru Lahir
Jika Anda terlambat untuk melakukan dua tahapan skrining di atas, maka tindakan intervensi yang bisa dilakukan untuk deteksi dini bayi adalah dengan skrining bayi saat dia lahir.
"Tindakan skrining ini dilakukan dengan mengukur oksimetri denyut bayi. Uji ini memperkirakan jumlah oksigen dalam darah bayi. Skrining dilakukan ketika bayi berusia minimal 24 jam atau setelat-telatnya sebelum bayi dipulangkan ke rumah," ungkap dr Radityo.
Editor : Rohman
Artikel Terkait